Monday, November 25, 2013

Jokowi

Selamat pagi…

Jokowi adalah model kepemimpinan yang kini dirindukan banyak orang ditengah-tengah kegelisahan dan kemuakkan publik atas para pemimpin yang korup dan penuh polesan demi pencitraan.
Sebuah  model yang sebenarnya dulu telah dicontohkan oleh Jenderal Soedirman, Jenderal Hoegeng, Hatta, Gus Dur, Ali Sadikin dan banyak lagi pemimpin2 yang sampai saat ini senantiasa hidup dalam sanubari bangsa Indonesia, bahkan jauh setelah mereka telah tiada.

Jokowi tetaplah manusia yang bukan tanpa cela. Tapi banyak hal positif yang mustinya bisa menjadi teladan dari sosok seorang Jokowi.
Semoga semakin banyak diantara kita yang tergerak untuk mencontoh serta meniru cara Jokowi dalam membangun kepercayaan,
untuk lingkungan yang lebih baik, untuk keluarga yang lebih baik, untuk kehidupan yang lebih baik, dan untuk Indonesia yang lebih baik.

Happy reading and love your Monday J

Salam,
Yadid



Cara Jokowi Membangun Kepercayaan


Tak dapat dimungkiri, perubahan lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Dari ketika dijalankan, Anda bukan hanya berhadapan dengan kaum resisten, melainkan juga mereka yang bakal kalah pamor.
Ya, kalau Anda gigih dan berhasil menaklukkan resistensi, maka akan ada kelompok-kelompok lain yang menjadi terlihat “tidak bekerja”, “asal bunyi”, atau “provokator”. Seperti kata George Carlin, mereka menggenggam ayat yang bunyinya begini, “Jika engkau tak bisa menaklukkannya, buatlah orang lain membencinya.” Mereka berkampanye agar tidak percaya pada apa yang mereka lihat.
Jadi inti dari perubahan sebenarnya: Mendapatkan kepercayaan. Obat resistensi itu, pertama-tama, adalah kepercayaan. Jujur dan berani adalah satu hal. Tetapi, ini tidak cukup bila pemimpin gagal memberikan hope melalui kemenangan-kemenangan kecil pada tahun pertamanya. Diperlukan pendekatan khusus untuk mendapatkan kepercayaan. Sebab, provokator juga hanya "mati" di tangan mereka yang sangat dipercaya publik.
Mengubah resistensi itu sendiri ibarat membuka hati manusia yang terluka. Kita tak bisa “menjebol batin” mereka yang terluka untuk membersihkan nanah-nanahnya, kecuali mereka mengizinkannya. Nah, "minta izin membuka hati" ini ada caranya: terlalu lembut tidak tembus, kekerasan hanya membuat mereka jatuh ke tangan para penyamun.
Demikian juga dalam merespons para penyamun yang menghalangi perubahan, selalu ada psikologinya. Nan S Russel, dalam Psychology Today (2012), memberikan tipsnya: tetap respek, hindari komunikasi membalas dengan menyalahkan, sadar diri, jauhkan arogansi, jaga kehormatan dan go beyond yourself (utamakan kontribusi pada publik).

Diplomasi makan malam

Jauh sebelum Jokowi memimpin Jakarta, saya pernah diberitahu pendekatan yang digunakan masyarakat Tionghoa dalam mengatasi berbagai masalah. Semua urusan bisa diselesaikan di meja makan. Dan kalau perut sudah disentuh, hati manusia akan adem. Tetapi, di Tokyo, ternyata juga sama. Bahkan, pekerja-pekerja Jepang hingga larut malam masih menjinjing tas kerja dan jas hitamnya bersama atasan mereka di bar-bar di sepanjang daerah Ginza atau Shinjuku. Dalam ocehan yang terucap, mereka mengatakan, “Kita menanggung sama-sama.”
Saat diserang calo tanah dan warga yang tak mau pindah ke rumah susun yang telah disediakan (dari area waduk Ria-Rio), kita membaca, Jokowi ternyata juga melakukan cara yang sama. Prosesnya begitu cepat. Bahkan jauh lebih cepat dari yang ia lakukan di Solo saat memindahkan PKL dari tengah kota.
“Saat itu saya ajak PKL makan siang dan makan malam 54 kali,” ujarnya. “Setelah itu baru saya sampaikan bahwa mereka akan dipindah. Dan mereka diam semua. Saya katakan, kalau begitu setuju ya... dan mereka menjawab, 'Iya, Pak...'."
Ia memberikan refleksinya sebagai berikut:
Pertama, PKL adalah businessman, sama seperti yang lainnya. Mereka itu pasti berhitung untung ruginya.
Kedua, pada awalnya, setiap diundang makan malam ke Balaikota mereka tahu bahwa mereka akan digusur, karena itulah mereka datang dengan LSM dan advokat-advokat. "Karena itu, saya tak bicara apa-apa, saya hanya mengajak mereka makan malam meski mereka kecewa tak ada omong-omong," ujarnya.
Ketiga, mereka khawatir, di lokasi baru bisnis mereka akan rugi atau diperlakukan tidak adil.
Di Jakarta, saat menghadapi warga-warga yang tinggal di bawah waduk Ria Rio, Jokowi mengatakan, “Saya tak ingin berhadap-hadapan dengan rakyat, rakyat tak boleh ditindas.” Itu sebabnya, ia memilih melayani mereka di meja makan, dan mereka pulang dengan enteng. Jokowi benar, jika perubahan membutuhkan koalisi perubahan, maka berkoalisilah dengan rakyat.

Diplomasi Sentuhan


Blusukan adalah satu hal, tetapi di balik branding Jokowi itu ada diplomasi sentuhan yang luput dari perhatian para elite. Jangan lupa setelah Gen C (connected generation), kita tengah menghadapi Gen T (touch generation).
Bila mesin saja baru terlihat smart kalau disentuh, apalagi hati manusia. Rakyat yang selalu menjadi korban dalam perubahan, merindukan pemimpin-pemimpin yang tak berjarak, yang bisa mereka sentuh. Saya ingin menceritakan kejadian ini.
Suatu ketika Fadel Muhammad bercerita saat ia menemani kandidat cagub DKI dari Partai Golkar yang datang ke sebuah masjid di daerah Kwitang dengan kawalan voorijder. Pedagang di jalan harus minggir, dan cagub tersebut bertemu Habib sebentar, lalu pergi. Setelah itu datanglah cagub incumbent. Kali ini bukan hanya voorijder, melainkan juga camat, lurah, dan hansip sehingga semua PKL tak bisa berjualan. Jalan raya tiba-tiba berubah menjadi lengang dan benar-benar bersih.
Lantas bagaimana saat Jokowi datang? Ia datang tanpa pengawal, menyalami pedagang dan peziarah di sepanjang jalan sehingga agak lama baru sampai di pelataran masjid. Peziarah terkesima karena Jokowi sama seperti mereka, berpakaian seperti rakyat biasa, tak berjarak. Pemimpin yang tak berjarak menyentuh tangan dan pundak rakyatnya, sedangkan pemimpin yang berjarak justru menghindarinya. Bagi mereka, blusukan hanyalah pencitraan, bukan sentuhan hati. Padahal, di situ ada pertautan kepercayaan.
Jadi, kepercayaanlah dasar dari setiap karya perubahan. Dan, pemimpin yang pandai akan memisahkan ilalang dari padi-padi yang harus dipelihara agar menghasilkan buah. Inilah tugas penting para pembuat perubahan di tengah-tengah low trust atau bahkan a distrust society.
Maka, daripada menjegal Jokowi, mengapa tidak bergabung saja dan salami dia sebagai role model. Kalau Anda cinta perubahan, orang-orang seperti ini justru harus diberi apresiasi. Seperti kata Jim Henson, "If you can not beat them, joint them."

Sharing Pict : My Snow Experience (Part 2)

Pengalaman pertama selalu membawa kesan yang sulit terlupakan, begitu pula dengan pengalaman pertama menyentuh dan merasakan langsung salju yang dingin membekukan seluruh tubuh saat perjalanan ke Austria dan Swiss di musim dingin 2008. Meskipun demikian, pertemuan-pertemuan berikutnya dengan salju tetap membekas dan meninggalkan sensasi tersendiri, sebuah pengalaman yang tidak pernah membosankan untuk dialami dan dirasakan. Mungkin ini adalah perasaan wajar dari seseorang yang berasal dari kampung tropis, yang sepanjang tahun menikmati limpahan cahaya matahari :)

Puji dan syukur atas nikmat yang Allah berikan untuk kembali merasakan pengalaman melihat dan merasakan salju beserta keindahan serta sensasinya di beberapa tempat yang berbeda. 


Mt. Pilatus, Swiss

Bulan November 2008 mendapat kesempatan mengunjungi beberapa kota di Eropa seperti Paris, Milan, Roma dan untuk kedua kalinya ke Lucernce, Swiss. Salah satu lokasi wisata yang dikunjungi kali ini adalah Mt. Pilatus yang berjarak sekitar 30 menit dari Lucerne, sebuah resort musim dingin dengan salju abadi pegunungan Alpen yang indah.

View di kaki Mt. Pilatus sesaat sebelum naik kesana menggunakan kereta dengan kapasitas sekitar 75 orang.          

































Pemandangan dari balik jendela kereta saat mendaki menuju Mt. Pilatus. Pucuk-pucuk cemara yang terlihat berwarna putih diselimuti salju tipis, sengguh sebuah landscape indah ciptaan Tuhan yang patut untuk disyukuri.























Pondok-pondok sepanjang jalan menanjak, nampak salju yang terhampar di halaman dan atap-atapnya.


































Setelah menempuh perjalanan naik sekitar 30 menit, akhirnya tiba di puncak Mt. Pilatus. Disambut dengan pemandangan indah kota Lucerne serta lapisan-lapisan awan yang terhampar dibawah kami. Jadi teringat lagu Negeri Di Awan KLA Project.






























Menyusuri hamparan salju saat matahari bersinar cerah dengan langit yang membiru sungguh sebuah keindahan yang menawan, subhanallah...



































Terlihat dari kejauhan kereta merah yang naik turun membawa para wisatawan untuk menikmati indahnya puncak Pilatus.























Serta sebuah gereja kecil yang tertutup tebalnya salju, terlihat dari kejauhan.























Mt. Pilatus, pengalaman kedua yang yang tetap berkesan.
























Delphi - Kalambaka, Greece

Trip pada tahun 2010 ini mengunjungi kota-kota terkenal 2 negara yaitu Turkey dan Greece. Sebuah perjalanan yang berkesan mengunjungi dua imperium dunia yang sangat terkenal yaitu Turkey Ottoman dan  Yunani.

Saat perjalanan dari kota Athena menuju Meteora di Kalambaka, sebuah kompleks Monastery yang terkenal, beberapa saat setelah melewati Delphi...tanpa disangka-sangka dari kaca jendela bus yang kami tumpangi terhampar lapisan salju yang semakin lama semakin menebal. Tidak terbayangkan sebelumnya di bulan Maret, di kawasan Mediterrania, kembali bertemu dengan salju. Layaknya manusia tropis yang jarang melihat salju, antara kaget dan senang bercampur menghasilkan teriakan-teriakan norak di dalam bus :)

Saat bus  stop di sebuah rest area, kenorakan yang sejak tadi terpendam akhirnya terlampiaskan.









































Tiba di kota Kalambaka saat malam telah tiba. Salju turun dengan derasnya, sementara beberapa teman dengan norak keluar hotel untuk menikmati salju tipis yang turun membekukan badan, saya lebih memilih untuk menikmati duduk-duduk di lobby hotel yang dilengkapi dengan pemanas kayu bakal model lama, sambil ditemani secangkir tes panas.

Keesokan harinya, rencana mengunjungi Meteora sempat tertunda karena jalan untuk menuju kompleks monastery di puncak bukit batu tersebut tertutup lapisan salju tebal yang turun malam hari kemarin. Sambil menunggu jalan tersebut dibuka, menghabiskan waktu dengan berkeliling di sekitar hotel sambil mengabadikan lapisan salju tebal yang terserak dimana-mana.


 Nampak kompleks monastery Meteora dari kejauhan.

































Setelah bersabar menunggu sekitar 2 jam, kami mendapat kabar bahwa jalan sudah dibuka. Semua sudah tidak sabar untuk segera bisa sampai kesana dan penantian tersebut terbayar dengan pemandangan menakjubkan yang kami nikmati sepanjang perjalanan menanjak maupun setelah sampai di kompleks monastery tersebut.




Nampak gumpalan salju yang menempel di pucuk-pucuk pohon yang mengering laksana pohon kapas dalam kenangan masa kecil, ataupun lapisan salju tebal yang terhampar di atap-atap kompleks tersebut.























Terlihat beberapa biarawati yang sibuk membersihkan salju tebal yang menutup jalan-jalan di kompleks tersebut. Jadi ingat adegan seperti di film-film.























View kota Kalambaka yang tersaput salju dari ketinggian, dengabn latar belakang langit yang membiru...sungguh indah.






















Ternyata bukan hanya manusia tropis yang senang narsis di hamparan salju, bahkan pasangan bule inipun turut menghentikan mobilnya untuk berpose dengan latar belakang salju yang menutupi jalan.

























Ini adalah pertemuan tak terduga dengan salju tebal di kawasan Meditterania, sebuah pengalaman yang meninggalkan kenangan yang sulit untuk dilupakan.
























Jakarta, 24 November 2013


Yadid ARA

Saturday, November 16, 2013

Sharing Pict : My Snow Experience (Part 1)

Sebagai anak Kalimantan yang lahir dan besar di kawasan tropis, salju adalah impian masa kecil yang hanya bisa dinikmati lewat bacaan di majalah atau buku, serta lewat film-film yang diputar di tv ataupun bioskop. Masih ingat dulu sewaktu kecil membayangkan salju turun di halaman rumah, dan hal pertama yang ingin dilakukan adalah mengambil sirop kemudian mencampur dengan salju yang turun untuk dinikmati sebagai es campur :) Masih terbayang bagaimana senangnya saya bersama teman-teman masa kecil saat ada tetangga membuat kasur kapuk, mengejar kapuk-kapuk yang berterbangan seolah-olah itu adalah salju yang turun ke dunia kecil kami.

Dengan ijin Allah, mimpi masa kecil tersebut akhirnya menjadi kenyataan. Ingin saya bagi cerita mengenai mimpi masa kecil tersebut, sebagai wujud rasa syukur atas nikmat yang diberikan Tuhan, bisa melihat dan merasakan langsung salju yang turun membasahi bumi, yang selama sekian puluh tahun menjadi mimpi dan harapan.


Winter Trip Feb 2008

Tahun 2008, perusahaan memberikan kesempatan untuk mengunjungi beberapa negara Eropa dan kebetulan trip kali ini dilakukan di musim dingin. Sebenarnya ini adalah perjalanan kedua saya ke Eropa, tapi saat ke Paris dan Amsterdam tahun 2001 waktu itu masih musim gugur sehingga mimpi untuk melihat langsung salju di negara 4 musim tersebut belum tercapai.

Perjalanan dari Vienna ke Innsbruck di Austria adalah pertemuan pertama saya dengan salju. Walaupun hanya terlihat dari jauh dan dari dalam bis pula, waktu itu sempat norak berteriak-teriak sambil menunjuk-nujuk ke puncak-puncak barisan pegunungan Alpen tersebut. Ini adalah foto pertama saya mengabadikannya salju dari kejauhan.























Sampai di kota Innsbruck yang sangat dingin, mata terpuaskan dengan keindahan kota dengan latar belakang salju pegunungan Alpen. Alhamdulillah, walaupun hari ini hanya bisa menikmati salju dari kejauhan tapi setengah dari impian masa kecil sudah diwujudkan.


Bangun pagi-pagi di hotel langsung membuka pintu balkon. Brrrrrr...langsung diserbu udara super dingin dibawah 0 derajat celcius, yang cukup membuat hidung dan telinga serasa membeku. Satu dua jepretan sudah cukup, tubuh tropis ini masih belum bisa menyesuaikan dengan kondisi cuaca disana.























Perjalanan hari ini dilanjutkan ke Neuwschwanstein Castle, sebuah kastil indah yang menjadi inspirasi Walt Disney ketika membuat bentuk istana Disney Land. Terletak di wilayah Jerman yang berbatasan dengan Austria. Pejalanan naik bis kesana melewati daerah perbukitan indah masih dengan latar belakang pegunungan Alpen dengan saljunya yang menggoda. Saat bus stop, sempat mengabadikan dari atas jembatan sebuah danau yang membeku dekat rest area tersebut. Rasanya sudah semakin dekat dengan salju walaupun belum tersentuh olah tangan.

































Neuwschwanstein adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Untuk pertama kali seumur hidup bisa merasakan, menyentuh, dan menginjak langsung salju yang bertebaran di sekitar lokasi tersebut. Bisa dibayangkan betapa noraknya waktu itu, sayang siropnya lupa dibawa :)


































Pengalaman unik lainnya saat itu adalah berjalan di atas sebuah danau yang membeku dengan lapisan es tebal di atasnya. Sungguh pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan. 























Setelah Neuwschwanstein perjalanan dilanjutkan ke sebuah kota yang indah di Swiss, Lucerne. 























Dari Lucerne inilah keesokan harinya kami akan naik Mt. Titlis, sebuah tempat wisata terkenal di Swiss yang memiliki salju abadi. Untuk mencapai Mt. Titlis kami harus naik bis dulu ke kota resort kecil, Engelberg.























Dari Engelberg dilanjutkan naik cable car yang cukup menegangkan, untungnya ingat bahwa saat ini sedang berada di Swiss yang perawatan cable car-nya pasti bagus ditambah dengan pemandangan yang menakjubkan saat menanjak menuju puncak Mt. Titlis, rasa takut perlahan hilang.


























Berada di puncak Titlis, segala rasa berkecamuk antara gembira, norak dan haru merasakan langsung butiran-butiran salju yang lembut turun melayang-layang dan menempel di seluruh tubuh. 

 























Puas berdingin ria dengan suhu dibawah nol derajat, kami kembali turun menuju Engelberg. Sepanjang perjalanan turun, terlihat banyak orang-orang yang sedang menghabiskan liburan musim dingin dengan bermain ski. Ingin rasanya mencoba bermain ski di salju, nampaknya mudah tapi menurut pemandu yang mendampingi kami katanya itu tidak semudah yang terlihat :)




Pengalaman pertama selalu menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Walaupun baru menyadari bahwa ternyata dinginnya udara di daerah yang bersalju sungguh sangat tidak mengenakkan, bahkan cenderung menyiksa untuk tubuh tropis yang hanya punya 2 musim setiap tahunnya. Tapi tetap saja berdoa semoga ada kesempatan untuk melihat dan merasakan salju kembali di masa yag akan datang. 




Subhanallah...terimakasih ya Allah atas nikmat yang Engkau berikan.


Jakarta, 16 November 2013


Yadid AR Abie