Selamat
pagi…
Dua
minggu yang lalu dalam acara Indonesia Knowledge Forum 2013, saya cukup
terpesona dalam session yang dibawakan oleh Anies Baswedan, tokoh intelektual
muda Indonesia yang cerdas, punya leadership yang kuat sekaligus juga punya
visi yang jelas untuk Indonesia.
Hari
itu Anies banyak bercerita mengenai pendidikan di Indonesia dan inisiatif Indonesia
Mengajar, sebuah kegiatan yang digagas untuk turut serta mengatasi
permasalahan pendidikan di Indonesia Raya ini. Saya terkesan dengan kata-kata
Anies, bahwa pendidikan di Indonesia masih banyak hal yg perlu diperbaiki dan
kita semua harus ‘own the problem and involve to solve the problem’. Dalam web
site Indonesia Mengajar (https://indonesiamengajar.org/)
hal tersebut dituangkan dalam kata-kata “Mendidik adalah kewajiban
setiap orang terdidik”
Bukan
hanya bicara mengenai pendidikan, Anies juga bicara banyak hal dalam forum yang
lebih banyak diisi secara interaktif dalam bentuk tanya jawab. Satu hal yang
juga menarik adalah topic tentang korupsi di Indonesia. Saya copy sebuah
tulisan Anies Baswedan dibawah mengenai kegeraman nasional terhadap perilaku
korup yang terjadi di semua sendi kehidupan kita ini.
Materi
presentasi Anies di forum tersebut sudah saya share dan silahkan kalau mau
download di : https://www.dropbox.com/s/tv8mpupvlexlop2/Anies%20Baswedan.pdf
Maaf
kalau ini dianggap kampanye J (karena Anies ikut konvensi calon
Presiden Partai Demokrat), tapi sejujurnya saya berharap suatu saat Anies akan
menjadi pemimpin Indonesia masa depan. Untuk Indonesia yang lebih baik.
Happy
reading and Love Your Monday J
Yadid
KPK
Tidak Mungkin Sendirian Memerangi Korupsi
Tidak pernah dalam sejarah bangsa ini ada gegap-gempita melawan
korupsi sekuat beberapa tahun belakangan ini. Sejak gelora reformasi bergulir,
genderang perang melawan korupsi makin kuat gemanya.
Usaha menyejahterakan rakyat, seperti program di bidang kesehatan dan pendidikan,
bahkan kemandirian ekonomi itu relatif sepi perlawanan dan memang tidak pantas
ditentang. Tak ada alasan menentang karena itu sewajarnya dikerjakan negara.
Ini semua adalah kegiatan yang sifatnya meng-ada-kan yang belum ada, bukan
meniadakan yang sudah ada.
Perang melawan korupsi berbeda dengan program lain yang dijalankan negara. Memerangi praktek korupsi adalah meniadakan yang ada, memangkas pendapatan koruptor. Perang ini juga berarti mengantarkan koruptor ke pengadilan dan dihukum.
Koruptor tak berminat pasif, sekadar duduk-duduk santai, sambil berharap tidak diciduk. Mereka akan melawan. hal itu sudah jamak, predictable, dan lumrah. Karena itu, jangan heran kalau usaha melawan korupsi akan mendapat perlawanan hebat. Siapa pun yang berada di ranah pemberantasan korupsi tak boleh ”manja” minta disayang, disambut dengan halus dan bersahabat.
Perang melawan korupsi berbeda dengan program lain yang dijalankan negara. Memerangi praktek korupsi adalah meniadakan yang ada, memangkas pendapatan koruptor. Perang ini juga berarti mengantarkan koruptor ke pengadilan dan dihukum.
Koruptor tak berminat pasif, sekadar duduk-duduk santai, sambil berharap tidak diciduk. Mereka akan melawan. hal itu sudah jamak, predictable, dan lumrah. Karena itu, jangan heran kalau usaha melawan korupsi akan mendapat perlawanan hebat. Siapa pun yang berada di ranah pemberantasan korupsi tak boleh ”manja” minta disayang, disambut dengan halus dan bersahabat.
Para
pemberantas korupsi itu akan dihajar fitnah, digempur perang opini, dan
dilemahkan dengan semua cara. Karena itu, semua pejuang antikorupsi harus
selalu tangguh.
Lihat data World
Competitiveness report 2011 pada tabel.
Hasilnya menarik. Dalam banyak aspek, Indonesia sama dengan dan bahkan di atas begitu banyak negara industri. Tapi, begitu masuk ke komponen yang sarat potensi korupsi, posisi Indonesia langsung melorot: sejajar atau bahkan lebih rendah daripada negara yang pendapatan per kapitanya di bawah seribu dolar. Melihat kenyataan itu, sesungguhnya republik ini memiliki syarat-syarat untuk maju dan berkembang. Rakyat di nusantara ini berhak menikmati kesejahteraan yang lebih baik.
Hasilnya menarik. Dalam banyak aspek, Indonesia sama dengan dan bahkan di atas begitu banyak negara industri. Tapi, begitu masuk ke komponen yang sarat potensi korupsi, posisi Indonesia langsung melorot: sejajar atau bahkan lebih rendah daripada negara yang pendapatan per kapitanya di bawah seribu dolar. Melihat kenyataan itu, sesungguhnya republik ini memiliki syarat-syarat untuk maju dan berkembang. Rakyat di nusantara ini berhak menikmati kesejahteraan yang lebih baik.
Korupsi adalah penghambat kemajuan yang luar biasa efektif.
Memerangi korupsi tidak bisa dititipkan hanya pada para penegak hukum. Komisi
Pemberantasan Korupsi adalah institusi yang bisa diharapkan menuntaskan kerja
besar ini. Pertempuran
melawan korupsi sesungguhnya adalah perjuangan semesta.
KPK
bisa menjadi ujung tombak. KPK memiliki kewenangan memproses secara hukum. Tapi
KPK tidak mungkin sendirian memerangi korupsi.
Kemunculan berbagai lembaga antikorupsi sejak masa awal
reformasi adalah sinyal jelas bahwa rakyat mau turun tangan
menyelesaikan masalah korupsi. Lembaga-lembaga ini bisa memainkan peran sebagai
artikulator kewarasan publik dalam menghadapi korupsi. Sebagai lembaga yang
menyuarakan genderang melawan korupsi, mereka harus terus menjaga kredibilitas
dan integritas. Legitimasi moral atas eksistensi tiap lembaga yang mencantumkan
antikorupsi sebagai agenda utama adalah kredibilitas dan integritas mereka.
Jumlah dan sebaran lembaga antikorupsi ini perlu ditingkatkan. Meski selama ini lebih banyak bergerak di Jakarta dan beberapa kota besar, kehadiran lembaga antikorupsi secara lebih merata di berbagai wilayah Indonesia bisa memiliki efek positif. Namun perlawanan terhadap korupsi harus jauh lebih luas. Rakyat harus turun tangan.
Proses hukum memang hanya bisa dilakukan penegak hukum yang secara konstitusi diberi hak. Tapi gerakan melawan korupsi bisa menemukan pola baru: pantau pejabat publik dan kabarkan praktek koruptif kepada dunia. Pada zaman revolusi kemerdekaan dulu, bukan hanya pasukan dalam kesatuan-kesatuan militer yang bertempur melawan kekuatan kolonial. Rakyat biasa pun turun tangan meski sekadar bermodal bambu runcing sebagai alat melawan hingga kekuatan kolonial rontok. Peperangan melawan korupsi pun harus dilakukan secara kolektif.
Rakyat bisa menjadikan kamera di telepon selulernya sebagai bambu runcing masa kini. Pantau dan monitor praktek korupsi di mana pun. Jadikan seluruh Indonesia sebagai wilayah yang tak bersahabat bagi korupsi. Lembaga antikorupsi di berbagai daerah menjadi wadah dan wahana menampung hasil pemantauan publik. Partisipasi rakyat dalam mengawasi keseharian pejabat publik bisa jadi salah satu instrumen penting melawan korupsi. Di sisi lain, meratanya korupsi ini mengirimkan pesan yang sangat mengganggu. Keluarga dan rumah tangga di nusantara ini ternyata menghasilkan orang-orang yang tak berintegritas. Yang sangat mengerikan adalah ketika keluarga justru menjadi pelindung praktek dan hasil korupsi. Sungguh sangat mengganggu akal sehat dan akal budi ketika praktek korupsi dihalalkan dan dilindungi di dalam keluarga.
Jumlah dan sebaran lembaga antikorupsi ini perlu ditingkatkan. Meski selama ini lebih banyak bergerak di Jakarta dan beberapa kota besar, kehadiran lembaga antikorupsi secara lebih merata di berbagai wilayah Indonesia bisa memiliki efek positif. Namun perlawanan terhadap korupsi harus jauh lebih luas. Rakyat harus turun tangan.
Proses hukum memang hanya bisa dilakukan penegak hukum yang secara konstitusi diberi hak. Tapi gerakan melawan korupsi bisa menemukan pola baru: pantau pejabat publik dan kabarkan praktek koruptif kepada dunia. Pada zaman revolusi kemerdekaan dulu, bukan hanya pasukan dalam kesatuan-kesatuan militer yang bertempur melawan kekuatan kolonial. Rakyat biasa pun turun tangan meski sekadar bermodal bambu runcing sebagai alat melawan hingga kekuatan kolonial rontok. Peperangan melawan korupsi pun harus dilakukan secara kolektif.
Rakyat bisa menjadikan kamera di telepon selulernya sebagai bambu runcing masa kini. Pantau dan monitor praktek korupsi di mana pun. Jadikan seluruh Indonesia sebagai wilayah yang tak bersahabat bagi korupsi. Lembaga antikorupsi di berbagai daerah menjadi wadah dan wahana menampung hasil pemantauan publik. Partisipasi rakyat dalam mengawasi keseharian pejabat publik bisa jadi salah satu instrumen penting melawan korupsi. Di sisi lain, meratanya korupsi ini mengirimkan pesan yang sangat mengganggu. Keluarga dan rumah tangga di nusantara ini ternyata menghasilkan orang-orang yang tak berintegritas. Yang sangat mengerikan adalah ketika keluarga justru menjadi pelindung praktek dan hasil korupsi. Sungguh sangat mengganggu akal sehat dan akal budi ketika praktek korupsi dihalalkan dan dilindungi di dalam keluarga.
Pada
intinya, korupsi adalah gejala. Penyakitnya adalah minimnya integritas.
Pendidikan integritas itu dilakukan bukan melalui teori dan
wejangan. Integritas diajarkan lewat contoh, keteladanan. Pemimpin harus
menjadi contoh manusia berintegritas. Rumah
tangga harus menjadi pilar membangun manusia berintegritas. Orang tua harus
belajar mempraktekkan kehidupan di rumah yang bertumpu pada karakter manusia
berintegritas. Selain itu, makin hari makin jelas bahwa korupsi yang dilakukan
kaum terdidik itu dahsyat. Kaum terdidik tidak hanya melakukan korupsi karena
kebutuhan, tapi justru sering karena keserakahan. Fenomena ini seakan-akan
mengirimkan pesan pahit: dunia pendidikan menjadi penyuplai koruptor.
Dunia pendidikan tidak boleh tinggal diam dan harus turut memangkas suplai potensi koruptor di indonesia. Mendidik integritas itu perlu, tapi mengajarkan teknik-teknik menghadapi praktek korupsi juga tidak kalah penting. Materi pendidikannya harus sangat praktis dan diarahkan sebagai pembekalan dini memahami efek jahat praktek korupsi dan tip melawan korupsi. Peserta didik tidak hanya belajar teori, filosofi, dan moral, tapi justru diarahkan melihat kenyataan: menulis berdasarkan laporan investigasi mereka tentang praktek korupsi.
Seperti ditulis Klitgaard yang mengutip prediksi John Noonan, penulis buku Bribery, ada suatu masa ketika perbudakan dianggap wajar. Manusia diperjualbelikan secara terbuka. Kini perbudakan itu sudah hilang dan, jika ada orang yang mempraktekkannya, ia akan dikecam dan dihukum. Begitu juga dengan praktek korupsi, sogok-menyogok, dan yang semacamnya.
Dunia pendidikan tidak boleh tinggal diam dan harus turut memangkas suplai potensi koruptor di indonesia. Mendidik integritas itu perlu, tapi mengajarkan teknik-teknik menghadapi praktek korupsi juga tidak kalah penting. Materi pendidikannya harus sangat praktis dan diarahkan sebagai pembekalan dini memahami efek jahat praktek korupsi dan tip melawan korupsi. Peserta didik tidak hanya belajar teori, filosofi, dan moral, tapi justru diarahkan melihat kenyataan: menulis berdasarkan laporan investigasi mereka tentang praktek korupsi.
Seperti ditulis Klitgaard yang mengutip prediksi John Noonan, penulis buku Bribery, ada suatu masa ketika perbudakan dianggap wajar. Manusia diperjualbelikan secara terbuka. Kini perbudakan itu sudah hilang dan, jika ada orang yang mempraktekkannya, ia akan dikecam dan dihukum. Begitu juga dengan praktek korupsi, sogok-menyogok, dan yang semacamnya.
Suatu
saat nanti, niscaya praktek korupsi dan sogok-menyogok tidak hanya melanggar
hukum, tapi juga akan tampak sebagai praktek yang terbelakang dan sangat
primitif.
Republik ini akan bisa jauh lebih maju dan sejahtera bila
praktek korupsi segera dipandang sebagai praktek primitif. Perjuangan semesta
membangun integritas dan melawan korupsi harus dimulai. Setiap
rumah tangga harus menjadi pilar utama hadirnya integritas. Sekolah dan
kampus harus dijadikan zona bebas korupsi. Dan munculkan penggalangan dukungan
bagi hadirnya lembaga antikorupsi di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Kita
perlu sadar bahwa secara konstitusional, memerangi korupsi adalah tugas KPK,
tapi secara moral, memerangi korupsi adalah tugas setiap warga negara.
No comments:
Post a Comment